Rabu, 20 April 2011

Proposal Penelitian Sastra

PROPOSAL
DIMENSI SOSIAL DALAM NOVEL MARYAMAH KARPOV KARYA
ANDREA HIRATA : ASPEK SOSIOLOGI SASTRA
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Akhir
Mata Kuliah Metode Penelitian Sastra dan Pengajarannya
Dosen Pengampu : Drs. Ali Imron Al-Ma’ruf, M. Hum








Disusun Oleh:
YAKUB PRIYONO
A 310080069

PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA DAN DAERAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2011
DIMENSI SOSIAL DALAM NOVEL MARYAMAH KARPOV KARYA
ANDREA HIRATA : ASPEK SOSIOLOGI SASTRA

A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Karya sastra merupakan bentuk cerminan atau gambaran kehidupan masyarakat yang kreatif dan produktif dalam menghasilkan sebuah karya. Melalui karya sastra pengarang berusaha mengungkapkan kehidupan masyarakat yang mereka alami atau yang mereka rasakan.
Karya satra lahir karena adanya keinginan dari pengarang untuk mengungkapkan eksistensinya sebagai sebagai manusia yang berisis ide, gagasan, dan pesan tertentu yang diilhami oleh imajinasi dan realitas sosial budaya pengarang serta menggunakan media bahasa sebagai pemyampingnya. Karya sastra merupakan fenomena sosial budaya melibatkan kreativitas manusia. Karya sastra lahir dari pengekspresian endapan pengalaman yang telah ada dalam jiwa pengarang secara mendalam melalui proses imajinasi Nurgihantoro, 2007:57).
Karya sastra lahir dari latar belakang dan dorongan dasar manusia untuk mengungkapkan eksisitensi dirinya. Sebuah karya sastra dipersepsikan sebagai unkapan realitas kehidupan dan konteks penyajinya disusun secara terstruktur, menarik, serta menggunakan media bahasa berupa teks yang disusun melalui refleksi pengalaman dan pengetahuan secara potensial memiliki berbagai macam bentuk representasi kehidupan. Ditinjau dari segi pembacaan karya sastra merupakan bayang-bayang realitas yang dapat menghadirkan gambaran dan refleksi berbagai permasalahan dalam kehidupan nyata.
Dibutuhkannya pemahamannya masyarakat terhadap karya sastra yang dihasilkan pengarang maka penelitian ini menggunakan metode penelitian Sosiologi Sastra. Sosiologi Sastra adalah pemahamannya terhadap karya sastra dapat mempertimbangkan aspek-aspek kemasyarakatannya.
Sosiologi Sastra diterapkan dalam penilian ini karena dari Sosiologi Sastra adalah meningkatkan pemahaman terhadap sastra dalam kaitannya dengan masyarakat, menjelaskan bahwa rekaan tidak berlawanan dengan kenyataan dalam hal ini karya sastra dikonsumsikan secara imajinatif, tetapi kerangka imajinatifnya tidak bisa dipahami di luar kerangka empirisnya dan karya sastra bukan semata-mata merupakan gejala individual tetapi gejala sosial (Ratna, 2003 :11).
Novel merupakan salah satu ragam prosa. Di dalamnya terdapat peristiwa yang dialami oleh tokoh-tokohnya secara sistematis serta latar belakang terstruktur. Novel Maryamah Karpov karya Andrea Hirata marupakan karya sastra yang fenomenal. Novel ini diangkat dari kehidupan nyata.
Ada beberapa alasan yang menjadi dasar dilakukannya penelitian ini. Alasan-alasan tersebut diantaranya yaitu:
1. Novel ini mempunyai gagasan yang menarik untuk dikaji.
2. Dilihat dari segi penceritaannya novel Maryamah Karpov karya Andrea Hirata relevan dengan kondisi masyarakat saat ini yaitu menampilkan tekat anak-anak sekolah yang serba kekurangan demi mencapai cita-citanya.
3. Sepengetahuan penulis novel Maryamah Karpov karya Andrea Hirata belum pernah dianalisis secara khusus dengan pendekatan Sosiologi Sastra terutama yang berhubungan dengan dimensi sosial.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah struktur yang membangun novel Maryamah Karpov karya Andrea Hirata?
2. Bagaimanakah aspek sosial dalam novel Maryamah Karpov karya Andrea Hirata?

3. Tujuan Penelitian
1. Mendeskripsikan struktur yang membangun novel Maryamah Karpov karya Andrea Hirata.
2. Mendeskripsikan aspek sosial dalam novel Maryamah Karpov karya Andrea Hirata.

4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi orang lain. Adapun manfaat-manfaat yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat teoritis, diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam mengaplikasikan ilmu pengetahuan khususnya dibidang sastra.
2. Manfaat praktis:
a. Penelitian novel Maryamah Karpov karya Andrea Hirata ini dapat menambah referensi penelitian karya sastra dan membuat wawasan kepada pembaca tentang aspek sosial.
b. Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi bagi mahasiswa, khususnya mahasiswa program studi PBSID.
c. Penelitian ini diharapkan dapat membantu pembaca dalam mengungkapkan makna aspek sosial yang terkandung dalam novel Maryamah Karpov.

B. KAJIAN PUSTAKA
1. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka berfungsi untuk memberikan pemaparan tentang penelitian dan analisis sebelumnya yang telah dilakukan oleh peneliti. Analisis sebelumnya telah dilakukan oleh Sutri (2009) dalam analisisnya mengemukakan bahwa pendidikan menjadi barang mewah yang harus di perjuangkan dengan segala keterbatasan ditengah-tengah himpitan ekonomi dan kemiskinan, serta dengan semangat dan ketegaran menghadapi permasalahan mengubur keterpurukan yang menghambat para tokoh dalam novel Maryamah Karpov karya Andre Hirata.
Persamaan penelitian ini dengan analisis di atas adalah penggunaan objek penelitian berupa novel Maryamah Karpov karya Andrea Hirata sedangkan perbedaan analisis di atas dengan penelitian ini adalah analisis di atas membahas bahwa pendidikan menjadi barang mewah dan harus diperjuangkan, sedangkan penelitian ini membahas mengenai aspek sosial yang telah merubah anak kampung di daerah Belitung menjadi seorang yang mempunyai kepribadian yang mandiri dan menjadi sarana mencapai cita-cita.

2. Landasan Teori
a. Teori Struktural
pendekatan struktural merupakan tahap awal dalam penelitian sastra. Pendekatan struktural adalah pendekatan yang berorientasi kepada karya sebagai analisis yang ditujukan kepada teks itu sendiri sebagai kesatuan yang tersusun dari bagian-bagian yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Tujuan dari analisis ini adalah untuk memaparkan keterkaitan dan keterjalinan dari berbagai aspek yang secara bersama-sama membentuk wacana. Dalam analisis ini dapat dilihat dari sudut plot,karakter,setting, point of view, tone, dan theme sebagaimana unsure-unsur itu saling berinteraksi.
Sebuah struktur mempunyai tiga sifat yaitu totalitas, transformasi, dan pengaturan diri. Yang dimaksud dengan totalitas yaitu bahwa struktur yang terkandung di dalamnya mencerminkan sistem itu sebagai sistem. Dengan kata lain susunan sebagai kesatuan akan menjadi konsep lengkap dalam dirinya. Transformasi adalah perubahan-perubahan yang terjadi pada sebuah unsur struktur akan mengakibatkan hubungan antar unsur akan berubah pula. Pengaturan diri yang dimaksud adalah bahwa struktur itudibentuk oleh kaidah-kaidah intrinsik dari hubungan antar unsur akan mengatur sendiri bila ada unsure yang berubah atau hilang. (Piaget, dalam Sangidu, 2004: 16).
Pembatasan masalah novel Maryamah Karpov karya Andrea Hirata hanya pada masalah tema, alur, tokoh, dan latar. Alasannya adalah keempat unsur tersebut sesuai denagn tujuan penelitian dan objek yang dikaji yaitu mengenai aspek sosial, kesenjangan, perekonomian dan kemiskinan. Tema menentukan inti cerita dan novel tersebut, alur untuk mengetahui bagaimana jalan cerita, penokohan digunakan untuk mengetahui bagaimana karakteristik setiap tokoh sebagai landasan untuk menggali data kesenjangan perekonomian dan kemiskinan.
Menurut Nurgiyantoro (2007:36), langkah-langkah dalam menerapkan strukturalisme adalah sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi unsur-unsur intrinsik yang membangun karya sastra secara lengkap dan jelas meliputi tema, tokoh, latar, dan alur.
b. Mengkaji unsur-unsur yang telah diidentifikasi, sehingga diketahui bagaimana tema, tokoh dan alur dari sebuah karya sastra.
c. Mendeskripsikan fungsi masing-masing unsur sehingga diketahui tema, tokoh, alur, dan latardari sebuah karya sastra.
d. Menghubungkan masing-masing unsur, sehingga diketahui tema, tokoh, dan alur dalam sebuakh karya sastra.
Stanton mendeskripsikan unsure-unsur pembangun struktur itu terdiri dari tema, alur, tokoh, dan latar. Sedangkan sarana sastra biasanya terdiri atas sudut pandang, gaya bahasa, suasana, dan symbol-simbol. Fungsi dari sarana sastra adalah untuk memadukan fakta sastra dengan tema sehingga makna karya sastra itu dapat dipahami dengan jelas.

C. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan penelitian dengan metode deskriptif kualitatif. Menurut Aminudin (dalam Sutri, 2009:31) , bahwa deskriptif kualitatif artinya yang dianalisis bentuk deskripsi, tidak berupa angka atau koefisien tentang hubungan antar variabel. Penelitian kualitataif berisi kutipan-kutipan dari kumpulan data untuk memberikan ilustrasi dan mengisi materi lapangan. Data yang dikumpulkan berupa kosakata, kalimat, dan gambar yang mempunyai arti.
1. Objek Penelitian
Objek penelitian adalah pokok antar topik penelitian sastra. Objek penelitian ini adalah aspek sosiologi sastra dalam novel Maryamah Karpov karya Andrea Hirata. .
2. Data dan Sumber Data
Data adalah semua informasi atau bahan deskriptif yang berupa uraian data, ungkapan pernyataan, kata-kata tertulis, dan perilaku yang diamati. Data tersebut tersebut harus dikumpulkan untuk memberikan jawaban terhadap masalah yang dikaji.
Data dalam penelitian ini adalah kata. Kalimat, dan ungkapan dalam setiap paragraf dalam novel Maryamah Karpov karya Andrea Hirata yang mengandung dimensi sosial terkait dengan kesenjangan sosial.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data kepustakaan yaitu berupa buku, majalah dll.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik pustaka dan simak serta teknik catat. Teknik pustaka adalah teknik yang menggunakan sumber-sumber tertulis untuk memperoleh data. Teknik simak adalah suatu metode pemerolehan data yang dilakukan dengan cara menyimak suatu penggunaan bahasa.
Teknik simak dan teknik catat berarti peneliti sebagai instrument kunci melakukan penyimakan secara cermat, terarah, dan teliti terhadap sumber data primer sebagai sasaran peneliti yaitu yang berupa teks novel Maryamah Karpov karya Andrea Hirata dalam memperoleh data yang diinginkan. Hasil penyimakan kemudian di catat sebagai sumber data. Dalam data yang dicatat itu disertakan kode sumber datanya untuk mengecek ulang terhadap sumber data ketika diperlukan dalam rangka analisis data.
4. Teknik Validasi Data
Teknik validasi data atau keabsahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data dengan berbagai teknik yang sesuai dan tepat untuk menggali data dalam bagi penelitian. Ketepatan data tersebut tidak hanya tergantung dari ketepatan memiliki sumber data dan teknik pengumpulan datanya, akan tetapi juga diperlukan teknik pengambilan validasi datanya.
Penelitian ini menggunakan teknik triangulasi, yaitu melakukan pembandingan kebenaran antara data yang satu dengan data yang lain. Dengan menggunakan data perbandingan antara sumber data yang satu dengan sumber data yang lain sehingga keabsahan dan kebenaran data akan diuji oleh sumber data yang berbeda.
5. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan yang digunakan untuk menganalisis novel Maryamah Karpov karya Andrea Hirata dalam penelitian ini adalah teknik analisis data secra dilektik yang dilakukan dengan menghubungkan unsur-unsur yang ada dalam novel Maryamah Karpov dengan faktor-faktor kemanusiaan yang diintegrasikan ke dalam satu kesatuan wacana.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan untuk menganalisis data adalah sebagai berikut:
1. menganalis novel Maryamah Karpov karya Andrea Hirata dengan menggunakan analisis struktural. Analisis struktural dilakukan dengan membaca dan memahami kembali data yang sudah diperoleh, selanjutnya mengelompokkan teks-teks yang terdapat dalam novel Maryamah Karpov yang mengandung unsur tema, alur, dan latar dalam novel.Maryamah Karpov karya Andrea Hirata .
2. analisis novel Maryamah Karpov karya Andrea Hirata dengan tinjauan Sosiologi sastra dilakukan dengan membaca dan memahami kembali data yang diperoleh selanjutnya mengelompokan teks-teks yang mengadung fakta-fakta sosial yang ada dalam novel tersebut.
3. Analisis aspek sosial kesenjangan perekonomian yang difokuskan pada permasalahan dalam novel Maryamah Karpov karya Andrea Hirata dan pandangan dunia Andrea Hirata sebagai pengarang.




DAFTAR PUSTAKA

Damono, Sapardi Djoko. 1979. Sosiologi Sastra Pengantar Ringkas. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa departemen Pendidikan dan Pengembangan.
Hirata, Andrea. 2006. Maryamah Karpov. Yogyakarta: Bentang.
Jabrohim (ed).2003. Metodelogi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Hanindita Graha Widya.
Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya. Jakarta: Rajawali Press.
Nurgihantoro, Burhan. 2007. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Pradopo, dkk. 2001. Metodelogi Penelitian. Yogyakarta: Hanandinata.
Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sangidu. 2004. Penelitian Sastra, Pendekatan, Teori, Metode, Teknik dan Kiat. Yogyakarta: Unit Penerbitan Sastra Asia Barat Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada.
Siswantoro. 2005. Metode Penelitian Sastra: Analisis Psikologis. Surakarta: Muhammadiyah University Press.

Selasa, 19 April 2011

Resensi Buku




HASIL RESUMAN
TEORI PENGKAJIAN FIKSI
Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Pengkajian Fiksi
Dosen Pengampu: Dr. Ali Imron Al Ma’ruf, M. Hum.








Disusun Oleh:
Nama: Yakub Priyono
Nim   :    A 310080069

PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA DAN DAERAH FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2010
BAB I
FIKSI : SEBUAH TEKS PROSA NARATIF

1.  FIKSI : PENGERTIAN DAN HAKIKAT
          Kesastraan mengenal prosa (Inggris: Prose) sebagai salah satu genre sastra. Mengenali dengan mudah prosa atau puisi hanya dengan melihat kovensi penulisannya. Prosa dapat mencakup berbagai karya sastra misalnya cerpen, novel, drama dll. Secara teoretis karya fiksi dapat dibedakan dengan karya nonfiksi walaupun tidak bersifat mutlak.

A. Karya Imajiner yang Estetis
Prosa dalam kesastraan disebut fiksi (fiction), teks naratif (narrative text), atau wacana naratif (narrative discource) (dalam pendekatan struktural dan semiotik).Fiksi berate cerita rekaan atau cerita khayalan. Beberapa pengertian fiksi menurut :
a. Abrams (1981: 61)
             Fiksi merupakan karya naratif yang isinya tidak menyaran pada kebenaran sejarah
b. Altenbernd dan Lewis (1966:14)
              Fiksi dapat diartikan sebagai prosa naratif yang bersifat imajinatif, namun biasanya masuk akal dan mengandung kebenaran yang mendramatisasikan hubungan-hubungan antarmanusia.
c. Wellek dan Warren ( 1956:212)
              Sebuah karya fiksi haruslah tetap merupakan bangunan struktur yang koheren, dan tetap mempunyai tujuan estetis.
            Fiksi merupakan sebuah cerita, dan karenanya terkandung juga di dalamnya tujuan memberikan hiburan kepada pembaca di samping adanya tujuan estetis. Namun juga ada karya sastra yang mendasarkan diri pada fakta yang disebut sebagai fiksi histories, contohnya karya-karya Derdji Zaidan seperti “Bendera Hitam dari Kurasan” dan “Tentara Islam di Tanah Galian”, karya biografis terkenal seperti Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat (Cindy Adam), Kuantar Kau ke Gerbang (Ramadhan KH) dan Tahta untuk Rakyat (Mochtar Lubis).

B. Kebenaran Fiksi
Kebenaran dalam dunia fiksi adalah kebenaran yang sesuai dengan keyakinan pengarang, kebenaran yang telah diyakini keabsahannya sesuai dengan pandangannya terhadap masalah hidup dan kehidupan. Akan tetapi pembaca hal itu tidak berarti pembaca tidak perlu memiliki sikap kritis, karena hal itu amat dibutuhkan dalam rangka memahami secara lebih baik suatu karya. Dunia fiksi jauh lebih banyak mengandung kemungkinan daripada yang ada di dunia nyata.
                 Wellek dan warren (1989:278-9) mengemukakan bahwa realitas dalam karya fiksi merupakan ilusi kenyataan dan kesan yang meyakinkan yang ditampilkan, namun tidak selalu merupakan kenyataan sehari-hari.                  
Dalam dunia teori dan kritik sastra dikenal adanya teori yang berhubungankan karya sastra dengan semesta dan dunia nyata. Teori yang dimaksud adalah teori mimetik, sebuah teori klasik yang berasal dari Plato dan Aristoteles, yaitu yang terkenal dengan teori imitasinya. Adanya ketegangan yang terjadi karena hubungan kebenaran imajinatif, sebenarnya juga bersumber dari pandangan Aristoteles, yaitu bahwa karya sastra merupakan perpaduan antara unsur mimetik dan kreasi, peniru dan kreativitas, khayalan dan realitas.

2. PEMBEDAAN FIKSI
Dewasa ini karya fiksi lebih ditunjukan terhadap karya yang berbentuk naratif atau bisa disebut teks naratif. Karya fiksi dalam kesastraan Inngis dan Amerika, menunjuk karya yang berwujud novel dan cerita pendek, yang sering diujicobakan orang yang lebih bersifat teoretis.
a.       Novel dan Cerita Pendek
Novel dan cerita pendek merupakan dua bentuk karya sastra yang juga disebut fiksi. Perbedaan antara novel dan cerpen antara lain dapat dilihat dari segi formalitas bentuk, segi panjang cerita.
Menurut Edgar Allan Poe ( Jassan, 1961:72 )sastrawan kenamaan Amerika, mengatakan bahwa cerpen adalah sebuah cerita yang dibaca dalam sekali duduk, kira-kira berkisar antara dua-jam (suatu hal yang tidak mungkin dilakukan untuk membaca novel).
            Cerpen sendiri walaupun sama-sama pendek mempunyai variasi sebagai berikut:
a.       cerpen yang pendek (short short story ), bekisar 500-an kata
b.      cerpen yang panjangnya ukupan ( middle short story)
c.       cerpen yang panjang ( long short story ), yang terdiri dari puluhan ribu kata.
Cerpen yang terdiri dari puluhan ribu kata dapat disebut juga sebagai novelet contohnya Sri Sumarah dan Kimono buat Istri karya Umar Kayam.
Novel dan cerpen mempunyai persamaan sebagai karya sastra, yang keduannya di bangun oleh unsur-unsur pembangun. Novel dan cerpen sama-sama memiliki unsur peristiwa, plot, tema, tokoh, latar, sudut pandang, dan lain-lain.
Novel jauh lebih panjang daripada cerpen, novel dapat mengemukakan sesuatu secara bebas, menyajikan sesuatu yang lebih banyak, lebih rinci, lebih detil, dan lebih banyak melibatakan berbagai permasalahan  yang lebih komplek.
Kelebihan cerpen yang khas adalah kemampuannya mengemukakan secara lebih banyak, secara implisit  dari sekedar yang diceritakan. Unsur-unsur pembangun sebuah novel dan cerpen terdapat perbedaan antara lain:
1.      plot
Plot pada novel Lebih dari satu yang terdiri dari satu plot utama dan sub-sub plot. Misalnya pada novel Maut dan Cinta karya Mocthar Lubis. Sedangkan pada cerpen hanya tunggal, terdiri dari satu urutan peristiwa yang diikuti sampai cerita berakhir.
2.      Tema
Tema yang ada pada novel lebih dari satu, yaitu satu tema utama dan tema-tema tambahan. Sedangkan pada cerpen hanya terdiri dari satu tema.
3.      Penokohan
Di dalam novel, penokohan ditampilkan secara lengkap. misalnya berhubungan dengan cirri-ciri fisik , keadaan sosial, tingkah laku, sifat, kebiasaan dll. Sedangakan pada cerpen tidak. Hanya ditampilkan secara terbatas baik jumlah maupun data- data jati diri dari tokoh khususnya perwatakan.
4.      Latar
Pada novel, latar dilukiskan keadaan latar secara rinci sehingga dapat memberikan gambaran yang lebih jelas, konkrit, dan pasti. Sedangkan pada cerpen tidak memerlukan detail-detail yang khusus tentang keadaan latar.

Novel dan cerpen yang baik haruslah memenuhi kriteria kepaduan, unity artinya segala sesuatu yang diceritakan bersifat dan berfungsi mendukung tema utama. Dunia imajiner yang ditampilkan cerpen hanya menyangkut salah satu sisi kecil pengalaman kehidupan saja, sedang novel menyangkut dunia dalam skala yang lebih besar dan komplek menyangkut berbagai pengalaman kehidupan yang dipandang aktual, namun semuanya tetap aktual dan berjalinan. Pencapain sifat kepaduan novel lebih sulit di banding dengan cerpen, karena novel terdiri dari beberapa bab yang masing-masing ceritanya berbeda. Sedangkan cerpen yang telah mencapai keutuhan dalam bentuknya yang pendek yang barangkali sependek satu bab novel.
b. Novel Serius dan Novel Popoler
                      Kita dapat saja mencoba bedakan antara novel serius dan novel populer. Namun bagaimana adanya perbedaan itu tetap kabur karena ciri-ciri yang ditemukan di novel serius yang biasanya dipertentangkan dengan novel populer sering juga ditemui pada novel-novel populer, atau sebaliknya.
               Sebutan novel populer atau novel pop, mulai merebak sesudah suksesnya novel Karmila, dan Cintaku di Kampus Biru pada tahun 70-an. Sesudah itu novel hiburan, tidal peduli mutunya disebut sebagai novel pop. Sastra dan musik populer sebagai kelanjutan dari istilah populer  yang sebelumnya telah dikenal di dunia sastra dan musik adalah semacam sastra dan musik yang dikategorikan sebagai sastra dan hiburan komersial.
Novel popular adalah novel yang popular pada masanya dan banyak masalah yang aktual dan selalu menzaman, namun hanya sampai pada tingkat permukaan. Sastra populer adalah perekam kehidupan, dan tidak banyak memperbincangkan kembali kehidupan dalam serba kemungkinan. Sastra popular yang baik banyak mengundang pembaca untuk mengidentifikasikan dirinya (Kayam, 1981: 88).  
Novel serius justru harus sanggup memberikan yang serba berkemungkinan, membaca novel serius jika ingin kita memahaminya dengan baik, diperlukan daya konsentrasi yang tinggi dan disertai kemauan. Pengalaman dan permasalahan kehidupan yang ditampilkan dalam novel ini disoroti dan diungkapan sampai ke inti hakikat kehidupan yang bersifat universal. Novel serius mempunyai tujuan memberikan pengalaman yang berharga atau paling tidak mengajaknya untuk meresapi dan merenungkan secara lebih sungguh-sungguh tentang permasalahan yang dikemukakan kepada pembaca.
               Novel serius banyak mengangkat masalah percintaan, namun masalah cinta bukan menjadi topik utama yang penting dan menarik. Masalah kehidupan amat kompleks, bukan sekedar cinta asmara, melainkan juga hubungan sosial, ketuhanan, maut, takut, cemas dan masalah cinta itu pun dapat ditunjukan terhadap berbagai hal, misalnya cinta kepada orang tua, saudara, tanah air dan lain-lain. Novel serius biasanya berusaha mengungkapkan sesuatu yang baru dengan cera pengucapan yang baru pula. Oleh karena itu, dalam novel serius tidak akan terjadi sesuatu yang bersifat stereotip, atau paling tidak,  pengarang  berusaha untuk menghindarinya. Novel serius menuntut aktivitas pembaca untuk mengoprasikan daya intelaktualnya. Pembaca dituntut untuk ikut merekonstruksikan duduk persoalan masalah dan hubungan antartokoh. Novel serius juga tidak bersifat mengabdi kepada pembaca, dan memang pembaca novel jenis ini tidak (mungkin) banyak. Novel serius dan sekaligus novel laris contohnya Gairah untuk Hidup dan Mati, Pada Sebuah Kapal, Burung-Burung Manyar, Pengakuan Paryem, dan Para Priyayi.
               Akhirnya perlu dikemukakan bahwa hanya nove-novel yang dikemukakan serius inilah yang banyak dibicarakan dalam dunia kritik sastra walau ada juga kritikus yang secara intensif membahas novel-novel pop, misalnya Yakop Sumarjo. Namun, dewasa ini tampak mulai bergeser, karena banyak orang yang beranggapan sastra popjuga perlu diperhatikan (dibaca:diteliti) dan bahkan pantas diajarkan di sekolah.



3. UNSUR-UNSUR FIKSI
a. Intrinsik dan Ekstrinsik
Unsur intrinsik  adalah unsur-unsur yang membangun karya itu sendiri. Unsur-unsur ini yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra. Unsur intrinsik sebuah novel unsur-unsur yang secara langsung turut serta membangun cerita. Pembagian unsur intrinsik struktur karya sastra yang terolong tradisional adalah pembagian berdasarkan unsur bentuk dan isi, sebuah pembagian dikhotomis yang sebanarnya diterima orang agak keberatan. Oleh karena itu, pembedaan unsur tertentu ke dalam unsur bentuk atau isi sebenarnya lebih bersifat teoretis di samping terlihat untuk menyederhanakan masalah.
Unsur ekstrinsik adalah unsure-unsur yang berada diluar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra. Menurut Wallek & Warren (1956), walaupun membicarakan unsur ekstrinsik cukup panjang, tampaknya memandang unsur itu sebagai sesuatu yang agak negatif, kurang penting. Tetapi pemahaman unsur ekstrinsik suatu karya sastra bagaimanapun akan membantu dalam pemahaman makna.
Unsur ekstrinsik terdiri dari sejumlah unsur. Unsur-unsur yang dimaksud (Wellek & Warren, 1956:75-135) antara lain:
a.       Keadaan subjaktivitas individu pengarang yang memiliki sikap, keyakinan, dan pandangan hidup yang kesemuanya itu akan mempengaruhi karya yang ditulisnya.
b.      Psikologi, baik yang berupa psikologi penagarang, psikologi pembaca, dan dalam karya sastra.
c.       Keadaan lingkungan pengarang.
d.      Pandangan hidup suatu bangsa, berbagai karya seni.
b.  Fakta, Tema, Sarana Cerita
     Stanton (1965:11-36) membedakan unsure pembangun sebuah novel ke dalam tiga bagian; fakta, tema, dan sarana pengucapan (sastra).
1.      Fakta (facts) dalam sebuah cerita meliputi karakter (tokoh cerita), plot, dan setting merupakan unsur faktual yang dapat dibayangkan peristiwanya, eksistensinya, dalam sebuah novel.
2.      Tema adalah sesuatu yang menjadi dasar cerita, yang berkaitan dengan berbagai pengalaman kehidupan seperti masalah cinta, kasih, rindu, takut, maut, religius dll.
3.      Sarana pengucapan sastra, adalah teknik yang digunakan oleh pengarang untuk memilih dan menyusun detil-detil cerita (peristiwa dan kejadian) menjadi pola yang bermakna.
Setiap novel memiliki tiga unsur pokok, sekaligus menjadi unsur penting yaitu tokoh utama, konflik utama, dan tema utama yang saling berkaitan erat dan membentuk satu kesatuan cerita secara padu.
c. Cerita dan Wacana
Menurut pandangan strukturalisme unsur fiksi dibagi dua yaitu cerita dan wacana. Cerita merupakan isi dari ekspresi naratif, sedangkan wacana merupakan bentuk dari sesuatu cerita yang merupakan isi dari ekspresif naratif sedang wacana merupakan bentuk dari sesuatu yang diekspresikan (Chatman, 1980:23). Cerita terdiri dari peristiwa dan wujud keberadaan, eksistensi. Peristiwa itu dapat berupa tindakan, aksi, dan kejadian.
Aspek cerita yang terdiri dari peristiwa dan wujud keberadaanya, dan eksisitensinya merupakan aspek bentuk isi. Unsur yang merupakan subtansi isi, di lain pihak adalah keseluruhan sebagai bentuk kemungkinan objek dan peristiwa.












BAB II
KAJIAN FIKSI

1. HAKIKAT FIKSI
       Pengkajian terhadap karya fiksi berarti penelaah, penyelidikan, atau mengkaji karya fiksi. Novel merupakan sebuah struktur organisme yang kompleks, unik, dan mengungkapkan segala sesuatu secara tidak langsung. Tujuan utama analisis kesastraan, fiksi, puisi, ataupun yang lain adalah untuk memahami secara lebih baik karya sastra yang bersangkutan, di samping untuk membantu menjelaskan pembaca yang kurang dapat memahami karya itu.
       Manfaat yang akan terasa dari kerja analisis itu adalah jika kita  membaca ulang karya-karya kesastraan yang dianalisis itu, baik karya-karya itu dianalisis sendiri maupun orang lain. Namun demikian adanya perbedaan penafsiran dan atau pendapat adalah sesuatu hal yang wajar dan biasa terjadi, dan itu tidak perlu dipersoalkan. Tentu saja masing-masing pendapat itu tak perlu memiliki latar belakang argumentasi yang dapat diterima.
·         Heuristik dan Hermeneutik
Heuristik merupakan pembacaan karya sastra pada system semiotik tingkat pertama, berupa pemahaman makna sebagaimana yang dikonvensikan oleh bahasa (yang bersangkutan) yaitu pengetahuan tentang bahasa itu, kompetensi terhadap kode bahasa.
Hermeneutik merupakan pemahaman keseluruhan berdasarkan unsur-unsurnya dan sebaliknya, pemahaman unsur-unsur berdasarkan keseluruhannya.
            Dalam kajian kesastraan peda umumnya dikenal analisis struktural dan semiotik. Kajian analisis struktural menekankan pada adanya fungsi dan hubungan antarunsur dalam sebuah karya sastra. Kajian semiotik merupakan usaha pendekatan yang muncul lebih kemudian, yang antara lain sebagai reaksi atas pendekatan struktural yang dianggap mempunyai kelemahan-kelemahan. Namun dalam praktik kedua pendekatan ini sulit dibedakan karena saling melengkapi.
2. KAJIAN STRUKTURAL
         Sebuah karya sastra, fiksi, atau puisi, menurut kaum Strukturalisme adalah sebuah totalitas yang dibangun secara koherensif oleh berbagai unsur Strukturalisme dapat dipandang sebagi salah satu pendekatan kesastraan yang menekankan pada kajian hubungan antar unsur pembangun karya sastra yang bersangkutan. Analisis struktural karya sastra dapat dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji, dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antar unsur intrinsik fiksi yang bersangkutan.
       Analisis struktural bertujuan memaparkan secermat mungkin fungsi dan keterkaitan antarberbagai unsur karya sastra yang yang secara bersama menghasilakan sebuah keseluruhan. Analisis structural dapat berupa kajian yang menyangkut relasi unsur-unsur dalam microteks, satu keseluruhan wacana, dan relasi intertekstual (Hartoko dan Rahmanto, 1986: 136). Analisis struktural sebaiknya dilengkapi dengan analisis yang lain, yang dalam hal ini semiotik, sehingga menjadi analisis struktural-semiotik, atau analisis struktural yang dikaitkan dengan keadaan sosial budaya secara luas.

3. KAJIAN SEMIOTIK
            Peletak dasar teori semiotik ada dua orang yaitu Ferdinand de Saussure dan Charles  Sanders Pierce. Semiotik adalah ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda (Hoed, 1992:2). Tanda adalah sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain yang dapat berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, gagasan, dll. Perkembangan teori semiotik hingga dewasa ini dapat dibedakan ke dalam dua jenis yaitu semiotik komunikasi yang menekankan pada teori produksi tanda dan semiotik signifikasi yang menekankan pada pemahaman atau pemberian makna suatu tanda.
a. Teori Semiotik Pierce
               Teori Pierce mengatakan bahwa sesuatu itu dapat disebut sebagai tanda jika ia mewakili sesuatu yang lain. Sebuah tanda yang representamen haruslah mengacu atau mewakili sesuatu yang disebut objek. Agar berfungsi tanda harus dipahami atau ditangkap misalnya dengan bantuan suatu kode. Interpretant yaitu pemahaman makna yang timbul dalam penerima tanda lewat interpretasi. Proses perwakilan tanda disebut semiosis.
Pierce membedakan hubungan antara tanda dengan acuannya ke dalam tiga jenis hubungan yaitu:
  1. Ikon, jika ia berupa hubungan kemiripan.
  2. Indeks, jika ia berupa hubungan kedekatan eksistensi.
  3. Simbol, jika ia brupa hubungan yang sudah terbentuk secara konvensi.
Dalam kajian semiotik kesastraan, pemahaman dan penerapan konsep ikonitas kiranya memberikan sumbangan yang berarti. Pierce membagi ikon ke dalam tiga bagian yaitu:
  1. ikon topologis
  2. ikon diagramatik
  3. ikon metaforis.
b. Teori Semiotik Saussure 
               Teori ini sebenarnya berkaitan dengan pengembangan teori linguistic secara umum. Bahasa sebagai sebuah system tanda, menurut Saussure memiliki dua unsur yang tak terpisahkan: signifier dan signified, signifiant dan signifie, atau penanda dan petanda. Kenyataannya bahwa bahasa merupakan sebuah sistem, mengandung arti bahwa ia terdiri dari sejumlah unsur, dan unsur itu saling berhubungan secara teratur dan berfungsi sesuai dengan kaidah, sehingga ia dapat dipakai untuk berkomunikasi.Kajian semiotik karya sastra, dengan demikian, dapat dimulai dengan mengkaji kebahasaannya dengan menggunakan tataran-tataran seperti dalam stidi linguistik. Bahasa sebagai aspek material atau alat dalam karya sastra, lain halnya dengan, misalnya cat dalam seni lukis, telah memiliki konsep makna tertentu sesuai dengan konvensi masyarakat pemakainya.
               Hubungan sintakmatik dan Paradigmatik. Hubungan yang bersifat linier disebut hubungan sintakmatik. Hubungan yang bersifat asosiatif disebut hubungan paradigmatik. Hubungan sintakmatik dipergunakan untuk menelaah struktur karya dengan menekankan urutan satuan-satuan makna karya yang dianalisis. Hubungan parakdimatik merupakan hubungan makna dan pelambangan, hubungan asosiatif, pertautan makna, antara unsur yang hadir dengan yang tidak hadir.


4. KAJIAN INTERTEKSTUAL
       Kajian intertekstual dimaksudkan sebagai kajian terhadap sejumlah teks kesastraan, yang diduga mempunyai bentuk-bentuk hubungan tertentu, misalnya menemukan adanya hubungan unsur-unsur intrinsik seperti ide, gagasan, peristiwa, plot, penokohan, gaya bahasa, dan lain-lain, di antara teks-teks yang dikaji. Secara lebih khusus dapat dikatakan bahwa kajian interteks berusaha menemukan aspek-aspek tertentu yang telah ada pada karya-karya sebelumnya pada karya yang muncul lebih kemudian. Tuujuan interteks itu sendiri adalah untuk memberikan makna secara lebih penuh terhadap karya tersebut. Penulisan karya sering ada kaitannya dengan unsur kesejarahannya sehingga pemberian makna itu akan lebih lengkap jika dikaitkan dengan unsur kesejarahan itu. (Teeuw, 1983:62-5).
Masalah ada tidaknya hubungan antar teks ada kaitannya dengan niatan pengarang dantafsiran pembaca. Kajian intertekstual berangkat dari asumsi bahwa kapan pun karya ditulis, ia tidak mungkin lahir dari situasi kekosongan budaya.
       Karya sastra yang ditulis lebih kemudian, biasanya mendasarkan diri pada karya-karya yang lain yang telah ada sebelumnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, baik dengan cara meneruskan maupun menyimpangi(menolak, memutarbalikkan esensi) kovensi. Karya sastra yang dijadikan dasar penulisan bagi karya yang kemudian disebut sebagai hipogram.
       Adanya karya-karya yang ditranformasikan dalam penulisan karya sesudahnya ini menjadi perhatian utama kajian intertekstual, misalnya lewat pengontrasan  antara sebuah karya dengan karya-karya yang lain yang diduga menjadi hipogramnya. Prinsip intertekstual yang utama adalah prinsip memahami dan memberikan makna karya yang bersangkutan. Misalnya hubungan intertekstual dalam teks fiksi, antara penokohan tokoh wanita Tuti dalam Layar Terkembang dan Tini dalam Belenggu dengan tokoh-tokoh perempuan pada sejumlah novel Balai Pustaka. Pada tokoh perempuan novel Balai Pustaka dapat dilihat bahwa masih diperempuankan belum diwanitakan, mereka adalah tokoh yang hanya diobsesikan sebagai ibu rumah tangga, wanita di pihak lain menyaran kepada pertentangan makna negative dari perempuan. Tokoh Tuti ciptaan STA, diperankan sebagai tokoh yang menolak tokoh-tokoh perempuan sebelumnya.
5. DEKONSTRUKSI
       Model pendekatan dekonstruksi dalam bidang kesastraan fiksi, dewasa ini terlihat banyak diminati orang sebagai salah satu model atau alternative dalam kegiatan pengkajian kesastraan. Teori dekonstruksi menolak pandangan bahwa bahasa telah memiliki makna yang pasti, tentu dan konstan, sebagaimana halnya pandangan strukturalisme klasik. Tidak ada ungkapan atau bentuk-bentuk kebahasaan yang digunakan untuk membahasakan objek yang bermakna tertentu dan pasti.
            Pembacaan karya sastra, menurut paham dekonstruksi, tidak dimaksudkan untuk menegaskan makna sebagaimana halnya yang lazim dilakukan sebab, tak ada lagi makna yang dihadirkan sesuatu yang sudah menentu, melainkan justru untuk menemukan makna kontradiktifnya. Pendekatan dekonstruksi bermaksud untuk mengetahui unsur-unsur aporia, yaitu yang berupa makna paradoksal, makna kontradiktif, makna ironi, dalam karya sastra yang dibaca. Contohnya dalam novel Siti Nurbaya dan novel Belenggu.

















BAB 3
TEMA

1. HAKIKAT TEMA
Mempertanyakan suatu makna sebuah karya sastra jega mempertanyakan tema. Setiap karya fiksi tentunya mengandung dan menawarkan tema, namun apa isi tema sendiri tak mudah ditunjukkan. Maka tema hanya bisa dipahami dan ditafsirkan melalui cerita dan data-data. Tema merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan yang terkandung di dalam teks sebagai struktur semantis dan yang menyangkut persamaan-persamaan atau perbedaan-perbedaan (Hartoko & Rahmanto,1986:142). Untuk menemukan sebuah tema sebuah karya fiksi, ia haruslah disimpulkan dari keseluruhan cerita, tidak hanya berdasarkan bagian-bagian tertentu cerita.
Tema dapat dipandang sebagai dasar cerita, gagasan dasar umum, sebuah karya novel (ide utama dan tujuan utama).Gagasan dasar umum inilah yang telah ditentukan sebelumnya oleh pengarang yang dipergunakan untuk mengembangkan cerita.

2. TEMA: MENGANGKAT MASALAH KEHIDUPAN
Masalah kehidupan sangat luas dan kompleks. Pengarang memilih dan mengangkat berbagai masalah hidup dan kehidupan itu menjadi tema dan atau sub-subtema ke dalam karya fiksi sesuai dengan pengalaman, pengamatan, dan aksi-interaksinya dengan lingkungan. Tema sebuah karya sastra selalu berkaitan dengan makna kehidupan yang memandang permasalahan itu sebagaimana sebagaimana memandangnya.
Berbagai masalah dan pengalaman kehidupan yang banyak diangkat ke dalam karya fiksi, baik berupa pengalaman yang bersifat individual maupun sosial, adalah cinta kecemasan, dendam, kesombongan, takut, maut, religius, harga diri dan juga kesetiakawanan, pengkhianatan, kepahlawanan, keadilan, kebenaran dan sebagainya. Diantara masalah cinta tak sampai misalnya cinta tak sampai, seperti Azab dan Sengsara, Sitti Nurbaya, Si Cebol Merindukan Bulan, Di bawah Lindungan Kakbah, dan Tenggelamnya Kapal van Der Wijk. Masalah takut misalnya Jalan Tak Ada Ujung. Masalah keadilan dan kebenaran misalnya Harimau!Harimau! dan Maut dan Cinta. Masalah kurangnya perhatian orang tua terhadap anak  misalnya novel Tanah Gersang. Masalah religius misalnya novel Robohnya Surau Kami. Masalah perjuangan melawan penjajah misalnya Laki-Laki dan Mesiu.
Fiksi menawarkan suatu kebenaran yang sesuai dengan keyakinan dan tanggung jawab kreativitas pengarang, dan itu mungkin tidak sejalan atau bahkan bertentangan dengan kebenaran di dunia nyata.

3. TEMA DAN UNSUR CERITA YANG LAIN
       Tema merupakan salah satu unsur fiksi. Unsur yang lain misalnya tokoh, plot, latar, dan cerita dimungkinkan akan menjadi padu dan bermakna jika diikat olah sebuah tema. Plot pada hakikatnya apa yang dilakukan tokoh dan peristiwa apa yang terjadi dan dialami tokoh (Kenny, 1966:95). Latar merupakan tempat, saat, dan keadaan sosial yang menjadi wadah tempat tokoh melakukan dan sesuatu kejadian. Cerita merupakan sarana untuk menyampaikan tema, makna, atau tujuan prnulisan fiksi itu.

4. PENGGOLONGAN TEMA
a. Tema Tradisional dan Nontradisional
               Tema tradisional adalah tema yang telah lama dipergunakan dan dapat ditemukan dalam berbagai cerita, termasuk cerita lama. Pada umumnya tema-tema tradisional merupakan tema yang digemari orang dengan status sosial apapun, di manapun, dan kapanpun artinya dengan sifat universal. Misalnya novel Sitti Nurbaya, Salah Pilih, Azab dan Sengsara, Maut dan Cinta, Perjanjian dengan Maut, Harimau!Harimau!, Romeo dan Julliet.
               Tema Nontradisional biasanya berupa tema yang tidak lazim digunakan. Tema ini mungkin tidak sesuai dengan harapan pembaca, bersifat melawan arus, mengejutkan, bahkan boleh jadi mengesalkan, mengecewakan, atau berbagai reaksi afektif  yang lain.
b. Tingkatan Tema Menurut Shipley
-  Pertama, tema tingkat fisik
-  Kedua, tema tingkat organic
-  Ketiga, tema tingkat sosial
-  Keempat, tema tingkat egoik
-  Kelima, tema tingkat divine
Perlu ditegaskan bahwa dalam sebuah karya fiksi mungkin saja ditemukan lebih dari satu tema dari kelima tingkatan tema di atas.
c. Tema Utama dan Tema Tambahan
Tema utama juga disebut tema mayor, menentukan tema utama pada hakikatnya merupakan aktivitas memilih, mempertimbangkan, dan menilai, di antara sejumlah makna yang ditafsirkan ada dikandung oleh karya yang bersangkutan.
               Tema tambahan juga disebut tema minor. Makna-makna tambahan bukan merupakan sesuatu yang berdiri sendiri, terpisah dari makna-makna pokok cerita yang bersangkutan berhubung sebuah novel yang jadi merupakan satu kesatuan.

5. PENAFSIRAN TEMA
Walau betul penulisan sebuah tema didasarkan pada tema atau ide tertentu, pernyataan tema itu sendiri pada umumnya tidak dikemukakan secara eksplisit. Tema hadir bersama dan terpadu dengan unsur-unsur structural yang lain yang kita jumpai dalam sebuah novel adalah (hanya) cerita. Penafsiran terhadapnya haruslah dilakukan berdasarkan fakta-fakta yang ada yang secara keseluruhan membangun cerita itu.
Dalam usaha menentukan penafsiran tema sebuah novel, secara lebih khusus dan rinci, Staton (1965:22-3) mengemukakan adanya sejumlah kriteria sebagai berikut:
1. Penafsiran tema sebuah novel hendaknya mempertimbangkan tiap detail cerita yang menonjol.
2. Penafsiran tema sebuah novel hendaknya tidak bersifat bertentangan dengan tiap detail cerita.
3. penafsiran tema sebuah novel hendaknya tidak mendasarkan diri pada bukti-bukti yang tidak dinyatakan baik secara langsung maupun tidak langsung dalam novel yang bersangkutan.
4. penafsiran tema sebuah novel haruslah mendasarkan diri pada bukti-bukti yang secara langsung ada dan atau yang disarankan dalam cerita.

BAB 4
CERITA

1. HAKIKAT CERITA
            Faktor cerita itu yang mempengaruhi sikap dan selera orang terhadap buku yang akan, sedang, atau sudah dibaca. Bahwa orang membaca sebuah buku fiksi lebih termotivasi oleh rasa ingin tahunya terhadap cerita. Aspak cerita dalam sebuah karya fiksimerupakan sesuatu hal yang esensial atau memiliki peran sentral. Cerita merupakan inti sebuah karya, bagus tidaknya cerita yang disajikan, di samping akan memotivasi seseorang untuk membacanya, jika akan mempengaruhi unsur-unsur pembangunan yang lain.
       Dengan bercerita sebenarnya pengarang ingin menyampaikan sesuatu, gagasan-gagasan, kepada kita-pembaca. Unsur peristiwa merupakan sesuatu yang dilakui dan atau ditimpakan kepada tokoh cerita. Peristiwa merupakan gagasan yang berwujud lakuan, gerak, yang dalam sebuah cerita dapat berwujud deskripsi lakuan, gerak, atau aktivitas yang lain. Walau cerita merupakan deretan peristiwa yang terjadi sesuai dengan urutan waktu, jadi secara kronologis, dalam sebuah karya fiksi, urutan peristiwa itu seting disiasati dan dimanipulasi sehingga tak dapat lagi disebut sederhana.
       Manipulasi urutan waktu tersebut dalam karya fiksi biasanya berupa pembalikan waktu penceritaan, peristiwa yang secara logikakausalitas terjadi belakangan, justru diceritakan lebih dahulu.

2. CERITA DAN PLOT
       Cerita dan plot merupakan dua unsur fiksi yang erat dan tak terpisahkan. Baik cerita maupun plot sama-sama mendasarkan diri pada rangkaian peristiwa sebagaimana yang disajikan dalam sebuah karya. Cerita dan plot, keduanya memang sama-sama mendasarkan diri pada rangkaian peristiwa namun tuntutan plot bersifat lebih kompleks daripada cerita.
       Masalah peristiwa sendiri yang menjadi dasar pembicaraan cerita dan plot, banyak aspeknya. Urutan peristiwa sebuah novel, berhubung telah disiasati dan dimanipulasi, biasanya tidak lagi lurus-kronologis. Hal itu disengaja karena ia merupakan salah satu cara untuk mencari efek keindahan dan kebaruan struktur penceritaan.

3. CERITA DAN POKOK PERMASALAHAN
       Pokok permasalahan kehidupan yang diangkat dalam cerita fiksi yaitu kenyataan kehidupan terdapat berbagai persoalan yang sering dihadapi manusia, misal permasalahan antarmanusia, sosial, hubungan dengan Tuhan, dengan lingkungan, dengan diri sendiri, dsb.
       Pengarang fiksi adalah seorang pelaku sekaligus pengamat berbagai permasalahan hidup dan kehidupan yang berusaha mengungkap dan menyangkutkannya ke dalam sebuah karya.
       Isi cerita adalah sesuatu yang dikisahkan dalam sebuah karya fiksi. Pokok permasalahan akan tetap eksis walau ia tak pernah diangkat  untuk dijadikan cerita. Misal novel Jalan Tak Ada Ujung menjadi terkenal bukan karena hubungan dengan pokok permasalahan takut itu, melainkan lebih disebabkan kemampuan pengarang mengolah dan mentransformasikan masalah tersebut ke dalam sebuah karya sastra. Pengarang Jalan Tak Ada Ujung mampu mengambil pokok permasalahan yang terdapat di semesta, mengolahnya dengan daya imajinasi dan kreativitas, dan mengungkapkannya ke dalam bentuk karya naratif secara tepat sehingga mampu mencipta dan menampilkan sebuah model kehidupan.
       Pemilihan pokok permasalahan ke dalam sebuah karya fiksi biasanya ada kaitannya dengan pemilihan tema. Misalnya banyak karya fiksi yang sama-sama mengangkat tema kepahlawanan dalam rangka merebut dan mempertahankan kemerdekaan contoh dalam karya-karya Trisnoyuono seperti Pagar Kawat Berduri, Petualangan, Laki-laki dan Mesiau, Hujan Kepagian dll. Bahkan, dalam Hujan Kepagian, tema kepahlawanan itu dapat dipersempit, yaitu kepahlawanan remaja (usia) sekolah.

4. CERITA DAN FAKTA
       Sebuah karya mungkin saja ditulis berdasarkan data-data faktual, peristiwa-peristiwa dan sesuatu yang lain yang benar-benar ada dan terjadi. Namun, ia dapat ditulis hanya berdasarkan peristiwa dan sesuatu yang dibayangkan (baca:diimajinasikan) mungkin ada dan terjadi, walau secara faktual hal-hal itu tak pernah ditemui di dunia nyata.
Ada beberapa unsur-unsur yang mempengaruhi cerita dan fakta yaitu:
-                      Tulisan dengan Data Faktual
Tulisan dengan data faktual misalnya tulisan berita sebagaimana halnya yang biasa dilakukan wartawan untuk surat kabar.
-                      Dialog Fakta dengan Fiksi
Masalah ketegangan antara yang nyata dengan yang rekaan dalam karya sastra sudah dipersoalkan oleh Aristoteles yaitu dengan teori mimetik dan creatio-nya.
Sebuah karya yang hanya mengemukakan hal-hal yang benar-benar terjadi secara apa adanya akan ditolak untuk disebut sebagai sebuah novel melainkan mungkin sebuah laporan. Sebuah karya fiksi yang secara mutlak berisi peristiwa-peristiwa imajinatif yang sama sekali tidak mencerminkan realitas kehidupan, ia akan sulit, atau bahkan tidak dapat dipahami.
Namun perlu disadari bahwa dalam karya fiksi, adanya kemiripan dengan kenyataan bukan merupakan tujuan, melainkan hanya sarana untuk menampilkan sesuatu kepada pembaca yang lebih dari kenyataan itu sendiri(Teew, 1984:232).
-        Unsur Realitas dan Imajinasi
             Unsur imajinitas lebih menonjol dalam karya fiksi, sedang unsur realitas lebih menonjol pada karya nonfiksi. Pengarang cerita novel tak dapat mungkin mencipta tanpa didasari pengetahuan, pengalaman, dan persepsinya terhadap (dunia) realitas.  Sebaliknya penulis nonfiksi dan atau berita, walu menulis berdasarkan fakta, hal itu tak mungkin dilakukan tanpa adanya interpretasi pribadi.
             Semakin langung pengaruh realitas, misalnya novel hanya bersifat pantulan kenyataan, semakin rendah kadar imajinasinya. Sebaliknya, semakin intens penghayatan pengarang terhadap realitas kehidupan, sehingga ia hanya akan berupa interpretasi terhadapnya-semakin menjauhkan sifat keterikatan novel dari realitas. Kesadaran yang tinggi terhadap penciptaan yang disertai dengan kekuatan imajinasi yang tinggi pula, akan menghasilkan karya yang semakin jauh dari realitas.

BAB 5
PEMPLOTAN

1. HAKIKAT PLOT DAN PEMPLOTAN
    Pengertian Plot dan Pemplotan.
    Pengertian-pengertian plot menurut para ahli, antara lain: 
a. Stanton (1965:14), mengemukakan plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain.
b. Kenny (1966:14), mengemukan plot sebagai peristiwa-peristiwayang ditampilkan dalam cerita yang tidak bersifat sederhana, karena pengarang menyusun peristiwa-peristiwa itu berdasarkan kaitan sebab akibat.
c. Forster(1970(1927):93), plot adalah peristiwa-peristiwa cerita yang mempunyai penekanan pada adanya hubungan kausalitas.
             Penampilan peristiwa demi peristiwa yang hanya mendasarkan diri dari urutan waktu saja belum merupakan plot, agar menjadi suatu plot maka peristiwa-peristiwa tadi harus diolah dan disiasati secara kreatif. Sehingga hasil pengolahan dan penyiasatan itu sendiri merupakan sesuatu yang indah dan menarik, khususnya dalam kaitannya dengan karya fiksi yang bersangkutan secara keseluruhan.
-  Plot: Misterius Intelektual
               Plot sebuah karya fiksi, menurut Forster (1970: 94-5). Memiliki Sifat plot misterius dan intelektual, menampilkan kejadian-kejadian yang mengandung konflik yang mampu menarik atau bahkan mencekam pembaca. Sifat misterius plot tersebut tampaknya tak berbeda kaitannya dengan pengertian suspense, rasa ingin tahu pembaca. Bahwa unsur suspense merupakan suatu hal yang amat penting di dalam plot sebuah karya naratif. Unsur inilah, antara lain yang menjadi pendorong pembaca untuk mau menyelesaikan novel yang dibacanya.
               Oleh karena itu plot bersifat misterius, untuk memahaminya diperlukan kemampuan intelektul. Tanpa disertai adanya daya intelektual, tak mungkin orang dapat memahami plot cerita dengan baik. Hubungan antarperistiwa, kasus, atau berbagai persoalan yang diungkapkan dalam sebuah karya, belum tentu ditunjukkan secara eksplisit dan langsung oleh pengarang.

2. PERISTIWA, KONFLIK, DAN KLIMAKS
a. Peristiwa
Peristiwa dapat diartikan sebagai peralihan dari suatu keadaan ke keadaan yang lain (Luxemburg,1992: 150).
Peristiwa dibagi menjadi 3 yaitu:
1. Peristiwa fungsional adalah peristiwa-peeristiwa yang menentukan dan atau mempengaruhi perkembangan plot. Urutan-urutan peristiwa fungsional merupakan inti cerita sebuah karya fiksi yang bersangkutan.
2. Peristiwa kaitan adalah peristiwa-peristiwa yang berfungsi mengkaitkan peristiwa-peristiwa penting dalam pengurutan penyajian cerita.
3. Peristiwa acuan adalah peristiwa yang tidak secara langsung berpengaruh dan berhubungan dengan perkembangan plot, melainkan mengacu pada unsur-unsur lain, misalnya berhubungan dengan masalah perwatakan atau suasana yang melingkupi batin tokoh.
b. Konflik
konflik yang notabene adalah kejadian yang tergolong penting, merupakan unsur esensial dalam perkembangan plot. Konflik menyaran pada pengertian sesuatu yang bersifat tidak menyenangkan yang terjadi dan atau dialami oleh tokoh-tokoh cerita. Konflik adalah sesuatu yang dramatik, mengacu pada pertarungan antara dua kekuatan yang seimbang dan menyiratkan adanya aksi dan aksi balasan(Wellek &Warren, 1989:285).
          Peristiwa dan konflik biasanya bearkaitan erat, dapat saling menyebabkan terjadinya satu dengan yang lain, bahkan konflik pun hakikatnya merupakan peristiwa. Bentuk peristiwa dalam sebuah cerita, dapat berupa peristiwa fisik ataupun batin. Kedua bentuk peristiwa itu saling berkaitan erat. Bentuk knflik dapat dibedakan menjasi dua kategori yaitu konflik fisik dan konflik batin, konflik eksternal dan konflik internal.
Konflik internal adalah konflik yang terjadi antara seorang tokoh dengan sesuatu yang diluar dirinya, mungkin dengan lingkungan ataupun seseorang.
konflik fisik adalah sesuatu yang terjadi dengan melibatkan aktivitas fisik, ada interaksi antara seorang tokoh cerita dengan sesuatu yang diluar dirinya.
koflik batin adalah sesuatu yang terjadi dalam batin, hati, seseorang tokoh.
konflik fisik/ elemental adalah konflik yang disebabkan adanya benturan antara tokoh dengan lingkungan alam.
konflik sosial adalah konflik yang disebabkan adanya kontak sosial antarmanusia atau masalah yang muncul akibat adanya hubungan antarmanusia.
Konflik utama internal pada umumnya dialami oleh tokoh utama cerita yang sering disebut tokoh protagonis.
c. Klimaks
             Klimaks menurut Stanton (1965: 16), adalah saat konflik telah mencapai tingkat intensitas tertinggi, dan saat  itu merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari kejadiannya. Dalam sebuah karya fiksi sering kita menemui dan merasakan, ternyata sulit dalam menentukan klimaks. Dengan demikian kita dapat mempertimbangkan walau mungkin mengalami kerepotan.

3. KAIDAH PEMPLOTAN
            Masalah kreativitas, kebaharuan, dan keaslian dapt juga menyangkut masalah pengembangan plot. Pengarang memiliki kebebasan untuk memilih cara untuk mengembangkan plot, membangun konflik, menyiasati penyajian peristiwa, dan sebagainya sesuai dengan selera estetisnya. Dalam usaha pengembangan plot, pengarang juga mamiliki kebebasan kreativitas. Kaidah-kaidah pemplotan yang dimaksud meliputi berbagai masalah diantaranya yaitu:
a. Plausibilitas
                Plausibilitas menyaran pada pengertian suatu hal yang dapat dipercaya sesuai dengan logika cerita. Plot sebuah cerita haruslah dapat memiliki sifat plausibel atau dapat dipercaya oleh para pembaca.
b. Suspense
               Suspense menyaran pada perasaan semacam kurang pasti terhadap peristiwa-peristiwa yang akan terjadi, khususnya yang menimpa tokoh yang diberi rasa simpati oleh pembaca(Abrams,1981: 138). Atau, menyaran pada adanya harapan yang belum pasti pada pembaca terhadap akhir sebuah cerita (Kenny, 1966:21).
c. Surprise
               Plot sebuah karya fiksi dikatakan memberi kejutan jika sesuatu dikisahkan atau kejadian-kejadian yang ditampilkan menyimpang, atau bahkan bertentangan dengan harapan kita sebagai pembaca (Abrams, 1981:138).
d. Kesatupaduan
   Kesatupaduan menyaran pada pengertian bahwa berbagai unsur yang ditampilkan, khususnya peristiwa-peristiwa fungsional, kaitan, dan acuan, yang mengandung konflik, atau seluruh pengalaman kehidupan yang hendak dikomunikasikan, memiliki keterkaitan satu dengan yang lain.

4. PENAHAPAN PLOT
Secara teoretis –kronologis tahap-tahap pengembangan, atau lengkapnya: struktur plot dikemukakan sebagai berikut:
a.    Tahapan plot: Awal-Tengah-Akhir
-          Tahap awal atau tahap perkenalan
-          Tahap tengah atau tahap pertikaian, menampilkan pertentangan atau konflik.
-    Tahap akhir atau tahap peleraian: peleraian tertutup dan penyelesaian terbuka.
b. Tahapan plot: Rincian lain
Ada lima tahapan dalam plot yaitu:
1. Tahap situation:tahap penyituasian, berisi pelukisan dan pengenalan situasi latar atau tokoh-tokoh cerita.
2. Tahap generating circumstances: tahap pemunculan konflik, masalah-masalah dan peristiwa-peristiwa yang menyulut terjadinya konflik mulai dimunculkan.
3. Tahap rising action: tahap peningkatan konflik, konflik yang telah dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang dan dikembangkan kadar intensitasnya.
4. Tahap climax: tahap klimaks, konflik dan atau pertentangan-pertentangan yang terjadi, yang dilakui dan atau ditimpalkan kepada para tokoh cerita mencapai titik intensitas puncak.
5. Tahap denouement: tahap penyelesaian, konflik yang telah mencapai klimaks diberi penyelesaian, ketegangan dikendorkan.
   
5. PEMBEDAAN PLOT
            Pembedaan plot didasarkan pada tinjauan dari kriteria urutan waktu, jumlah, dan kapadatan, sebagai berikut:
a. Pembedaan Plot Berdasarkan Kriteria Urutan Waktu ada beberapa jenis yaitu:
1. Plot lurus atau Progresif. Jika peristiwa-peristiwa yang dikisahkan bersifat kronologis.
                A →B→C→D→E
2. Plot Sorot Balik atau Flash-back. Tidak bersifat kronologis, cerita tidak dimulai dari tahap awal, mungkin dari tahap tengah atau tahap akhir.
              D1→A→B→C→D2→E
3. Alur Campuran
             E→D1→A→B→C→D2
b. Pembedaan Plot Berdasarkan Kriteria Jumlah
-  Plot Tunggal, hanya mengembangkan sebuah cerita.
-  Plot Sub-subplot, memiliki lebih dari satu alur cerita.
c. Pembedaan Plot Berdasarkan Kriteria Kepadatan
- Plot Padat, hubungan antarperistiwa terjalin secara erat, dan pembaca seolah-olah selalu dipaksa untuk terus-menerus mengikutinya.
- Plot Longgar, pergantian antara peristiwa penting berlangsung lambat.

d. Pembedaan Plot Berdasarkan Kriteria Isi
-  Plot peruntungan
-  Plot tokohan
-  Plot pemikiran.
BAB 6
PENOKOHAN

1. UNSUR PENOKOHAN DALAM FIKSI
a. Pengertian dan Hakikat Penokohan
            Tokoh cerita menurut Abrams (1981: 20) adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan, sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca.
1. kewajaran
Fiksi adalah suatu bentuk karya kreatif, maka bagaimana pengarang mewujudkan dan mengembangkan tokoh-tokoh ceritanya pun tidak lepas dari kebebasan kreativitasnya.
2. Kesepertihidupan
              Masalah kewajaran tokoh cerita sering dikaitkan dengan kenyataan kehidupan manusia sehari-hari.
3. Tokoh Rekaan versus Tokoh Nyata
              Tokoh-tokoh cerita yang ditampilkan dalam fiksi, sesuai dengan namanya, adalah tokoh rekaan, tokoh yang tak pernah ada di dunia nyata.
b. Penokohan dan Unsur Cerita yang lain
- Penokohan dan Pemplotan. Plot merupakan sesuatu yang bersifat artifisial, pada hakikatnya hanya merupakan suatu bentuk pengalaman, yang sendiri sebenarnya tak memiliki bentuk.
-  Penokohan dan Tema. Tema, seperti dikemukakan sebelumnya, merupakan dasar cerita, gagasan sentral, atau makna cerita.
c. Relevansi Tokoh
          Ada beberapa bentuk relevansi seorang tokoh cerita. Seorang tokoh cerita, yang ciptaan pengarang itu, jika disukai banyak orang dalam kehidupan nyata, apalagi sampai dipuja dan digandrungi, berarti merupakan tokoh fiksi yang mempunyai relevansi (Kenny, 1966: 27).

2. PEMBEDAAN TOKOH
a. Tokoh Utama dan Tokoh Tambahan
                         Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang   bersangkutan. Tokoh utama tidak selalu muncul dalam setiap kejadian atau tak langsung ditunjuk dalam setiap bab, namun dalam kejadian atau bab tersebut tetap erat berkaitan atau dapat dikaitkan dengan tokoh utama.
               Tokoh tambahan adalah pemunculan tokoh yang sebagai tambahan dalam keseluruhan cerita lebih sedikit, tidak dipentingkan dan kehadirannya hanya jika ada keterkaitan dengan tokoh utama, baik secara langsung maupun secara tidak langsung.
b. Tokoh Protagonis dan Tokoh Antagonis
            Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi-yang salah satu jenisnya secara populer disebut hero-tokoh yang ideal bagi kita. Sedangkan Tokoh antagononis  adalah tokoh yang memerankan sebagai penyebab konflik.
c. Tokoh Sederhana dan Tokoh Bulat
           Tokoh sederhana adalah tokoh yang dalam bentuknya yang asli adalah tokoh yang hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat-watak yang tertentu saja. Sedangakan Tokoh bulat adalah tokoh yang memiliki dan diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadiannya, dan jati dirinya.
d. Tokoh Statis dan Tokoh Berkembang
            Tokoh statis adalah memiliki sikap dan watak yang relatif tetap, tak berkembang, sejak awal sampai akhir cerita. Sedangkan yang disebut Tokoh berkembang adalah tokoh cerita yang mengalami perubahan dan perkembangan perwatakan sejalan dengan perkembangan perwatakan sejalan dengan perkembangan perubahan peristiwa dan plot yang dikisahkan.
e. Tokoh Tipikal dan Tokoh Netral
           Tokoh tipikal adalah tokoh yang hanya sedikit ditampilkan keadaan individualitasnya, dan lebih banyak ditonjolkan kualitas pekerjaan atau kebangsaannya. SedangkanTokoh netral adalah tokoh cerita yang bereksistensi demi cerita itu sendiri.

3. TEKNIK PELUKISAN TOKOH
           Secara garis besar teknik pelukisan tokoh dapat dilihat dari sifat, sikap, watak, tingkah laku, dan berbagai hal yang berhubungan dengan jati diri tokoh. Ada beberapa teknik yang digunakan dalam menampilkan tokoh yaitu:
a. Teknik Ekspositori
          Pelukisan tokoh cerita dilakukan dengan memberi deskripsi, uraian atau penjelasan secara langsung. Tokoh cerita dihadirkan oleh pengarang kehadapan pembaca secara tidak berbelit-belit, melainkan begitu saja dan disertai deskripsi dirinya.
b. Teknik Dramatik
                     Artinya mirip dengan yang ditampilkan pada drama, dilakukan secara tidak langsung artinya pengarang tidak mendeskripsikan secara eksplisit sifat dan sikap serta tingksh laku tokoh. Wujud dari penggambaran teknik dramatik antara lain:
1. Teknik cakapan
            2. Teknik tingkah laku
            3. Teknik pikiran dan perasaan
            4. Teknik arus kesadaran
            5. Teknik reaksi tokoh
            6. Teknik reaksi tokoh lain
            7. Teknik pelukisan latar
            8. Teknik pelukisan fisik
c. Catatan tentang Identifikasi Tokoh
Beberapa cara dalam pengidentifikasian melalui beberapa prinsip yaitu sebagai berikut:
1. Prinsip pengulangan. Prinsip pengulangan, karenanya, penting untuk mengembengkan dan mengungkapkan sifat kedirian tokoh cerita.
2. Prinsip pengumpulan. Pengumpulan data itu penting, sebab data-data kehadiran yang berserakan itu dapat digabungkan, sehingga bersifat saling melengkapi dan menghasilkan gambaran yang padu tentang kehadiran tokoh yang bersangkutan.
3. Prinsip kemiripan dan pertentangan. Dilakukan dengan memperbandingkan antara seorang tokoh dengan tokoh lain dari cerita fiksi yang bersangkutan.

























BAB 7
PELATARAN

1. LATAR SEBAGAI UNSUR FIKSI
a. Pengertian dan Hakikat Latar
            Latar atau setting yang disebut sebagai landasan tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. (Abrams, 1981: 175). latar memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas. Hal ini penting karena untuk memberikan kesan realistis kepada para pembaca, menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah sungguh ada dan terjadi.
- latar fisik dan spiritual
            latar fisik adalah berhubungan dengan waktu, tempat. Penunjukan latar fisik dapat dengan bermacam-macam sesuai dengan tergantung kreativitas dan selera pengarang.
            Latar spiritual adalah nilai-nilai yang melingkupi dan dimiliki oleh latar fisik.latar dalam karya fiksi tidak terbatas pada penempatan lokasi tertentu, melainkan juga yang berwujud tata cara, adat istiadat, kepercayaan, dan nilai-nilai yang berlaku di tempat yang bersangkutan.
b. Latar Netral dan Latar Tipikal
            Latar netral adalah latar yang tidak memiliki dan tidak mendeskripsikan sifat khas tertentu yang menonjol yang terdapat dalam sebuah latar, sesuatu yang justru dapat membedakannya dengan latar-latar lain. Sedangkan Latar tipikal adalah memiliki dan menonjolkan sifat khas latar tertentu, baik yang menyangkut unsur tempat, waktu maupun sosial.
c. Penekanan Unsur Latar
           Unsur latar yang ditekankan peranannya dalam sebuah novel, langsung atuapun tidak langsung, akan berpengaruh terhadap elemen fiksi yang lain, khusunya alur dn tokoh. Peran latar yang menonjol, atau penekanan unsur latar, dalam sebuah novel mungkin mencakup beberapa unsur dan mungkin hanya satu-dua unsur. Namun perlu juga ditambahkan bahwa kadar penekanan latar, walau sama-sama mendapat mendapat penekanan tentu saja ada perbedaan.
d. latar dan Unsur Fiksi yang Lain
            Antara latar dengan penokohan mempunyai hubungan yang erat dan bersifat timbal balik. Masalah status sosial juga berpengaruh dalam penokohan. Pengangkatan tokoh dari kelas sosial rendah tentu saja menuntut perbedaan dengan tokoh dari kelas sosial rendah tentu saja menuntut perbedaan dengan tokoh dari kelas sosial tinggi.
Latar dalam kaitannya dengan hubungan waktu, langsung dan tak langsuang, akan berpengaruh terhadap cerita dan pengaluran, khususnya waktu yang dikaitkan dengan unsur kesejarahan.  

2. UNSUR LATAR
a. Latar Tempat
b. Latar Waktu
c. Latar Sosial
d. Catatan tentang Anakronisme

3. HAL LAIN TENTANG LATAR
a. Latar sebagai metaforik
               Secara prinsip metafora merupakan cara memandang sesuatu melalui sesuatu yang lain. Fungsi utama metafora adalah menyampaikan pengartian pemahaman (Lakoff & Johnson, 1980: 36).
 b. Latar sebagai atmosfer
                      Atmosfer dalam sebuah cerita merupakan “udara yang dihirup pembaca sewaktu memasuki dunia rekaan”. Ia berupa deskripsi kondisi latar yang mampu menciptakan suasana tertentu. Latar yang memberikan atmosfer cerita biasanya berupa latar penyituasian.





BAB 8
PENYUDUTPANDANGAN

1. SUDUT PANDANG SEBAGAI UNSUR FIKSI
a.  Hakikat Sudut Pandang
               Sudut pandang adalah point of view, cara atau pandangan yang digunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca. Sudut pandang kiranya dapat disamakan artinya dan bahkan lebih jelas dengan istilah pusat pengisahan, focus of narration, berhubung yang disebut belakangan kurang menjelaskan masalah (Stevick, 1967: 85).
b. Pentingnya Sudut Pandang
               Pemilihan sudut pandang menjadi penting karena hal itu tidak hanya berhubungan dengan masalah gaya saja, walau tidak disangkal bahwa pemilihan-pemilihan bentuk gramatika dan retorika juga penting dan berpengaruh. Namun biasanya pemilihan bentuk-bentuk tersebut bersifat sederhana, disamping hal itu merupakan konsekuensi otomatis dari pemilihan sudut pandang tertentu (Genette, 1980: 244).
     c. sudut pandang sebagai penonjolan
                        Penyimpangan sudut pandang bukan hanya menyangkut masalah persona pertama atau ketiga, melainkan lebih berupa pemilihan siapa tokoh “dia” atau “aku” itu, siapa yang mencerminkan itu, anak-anak, dewasa, orang desa yang tak tahu apa-apa, orang modern, politikus, pelajar atau yang lainnya. Masalah siapa tokoh ini sangat penting dan menentukan sebab dari kacamata dialah segala sesuatu akan dipandang dan dikemukakan.

2. MACAM SUDUT PANDANG
a. Sudut Pandang Persona Ketiga: “Dia”
Sudut pandang orang ketiga dapat dibagi menjadi:
1. “Dia” Mahatahu
2. “Dia” terbatas, “Dia” sebagai Pengamat
b. Sudut Pandang Pesona Pertama”Aku”
1. “aku” tokoh pertama
2. ‘aku” tokoh tambahan
c. Sudut Pandang Campuran (“Aku” dan “Dia”)

























BAB 9
BAHASA

1. BAHASA SEBAGAI UNSUR FIKSI
a. Bahasa Sastra: Sebuah Fenomena
             Bahasa sastra mungkin dicirikan sebagai bahasa yang mengandung unsur emotif dan konotatif sebagai kebalikan dari bahasa non sastra. Namun untuk pencirian ini masih memerlukan penjelasan.
               Bahasa sastra menurut kaum formalis Rusia adalah bahasa yang mempunyai ciri deotomatisasi atau penyimpangan dari cara penuturan yang telah bersifat otomatis, rutin, biasa, dan wajar. Penyimpangan dalam bahasa sastra dapat dilihat secara sinkronik, yang berupa penyimpangan bahasa sehari-hari.
b. Stile dan Stilistika
1. Stile
            Stile (style, gaya bahasa) adalah cara pengucapan bahasa dalam prosa, atau bagaimana seseorang pengarang mengungkapkan sesuatu yang akan dikemukakan.  (Abrams, 1981: 190-1). Stile ditandai oleh ciri-ciri formal kebahasaan.
2. Stilistika dan hakikat statistika
          Statistika menurut Lecch & Short (1981 : 13) yaitu suatu kajian terhadap bentuk performansi kebahasaan, khususnya yang terdapat di dalam karya sastra. Statistika kesastraan merupakan sebuah metode analisis karya sastra untuk menggantikan kritik yang bersifat subyektif dan impresif dengan analisis stile teks kesastraan yang bersifat obyektif dan ilmiah.
c. Stile dan Nada
              Stile adalah untuk membangkitkan nada. Sedangkan Nada adalah sebagai pendirian atau sikap yang diambil pengrang terhadap pembaca dan terhadap masalah yang dikemukakan dan ekspresi sikap.
2. UNSUR STILE
       Abrams (1981 : 193) mengemukakan bahwa unsur stile terdiri dari beberapa jenis yaitu diantaranya:
1.      unsur fonologi
2.        unsur sintaksis
3.        unsur leksikal
4.        unsur retorika
5.        unsur kohesi

3. PERCAKAPAN DALAM NOVEL
a. Narasi dan Dialog
b. Unsur Pragmatik dalam Percakapan
c. Tindak Ujar




















BAB 10
MORAL

1. UNSUR MORAL DALAM FIKSI
a. Pengertian dan Hakekat Moral
                Moral merupakan pencerminan pandangan hidup pengarang yang bersangkutan, pandangannya tentang nilai-nilai kebenaran dan yang ingin disampaikan kepada pembaca.

2. PESAN RELIGIUS DAN KRITIK SOSIAL
a. Pesan Religius dan Keagamaan
             Religius dan agama memang erat berkaiatan, berdampingan, bahkan dapat menyatu dalam satu kesatuan, namun kaduanya menyaran pada makna yang berbeda. Agama menunjuk pada salah satu agama yang dianut oleh pengarang. Religius lebih luas dari agama yang bersumber dari lubuk hati manusia.
b. Pesan Kritik Sosial
            Wujud kehidupan sosial yang dikritik dapat bermacam-macam seluas lingkup kehidupan sosial itu sendiri.

3. BENTUK PENYAMPAIAN PESAN MORAL
a. Bentuk Penyampaian Langsung
              Bentuk penyampaian moral yang bersifat langsung identik dengan cera pelukisan watak tokoh yang bersifat uraian, telling, atau penjelasan, expository.
b. Bentuk Penyampaian Tidak Langsung
              Pesan yang disampaikan bersifat tersurat dalam cerita, berpadu secara koherensif dengan unsur-unsur cerita yang lain.